Prospek Pembibitan Sapi, Kerjasama Pemprov DKI & NTT

BALI-KUPANG
SAPI JENIS BALI-KUPANG BANYAK DI PELIHARA DI PROVINSI NTT

Jakarta. Bagaimana prospek pembibitan sapi diĀ  NTT? Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang di wakili PD Dharma Jaya bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTT dalam menjamin pasokan daging sapi untuk kebutuhan Jakarta dengan menyiapkan pembibitan sapi di NTT. (Kompas 21/02/15).

Kerjasama ini perlu didukung, lalu bagaimana prospeknya? Untuk pembibitan di daerah NTT memang menjadi sentral sapi, namun ada beberapa kendala yang harus di perhatikan, antara lain:

Pertama:
Provinsi NTT terkenal sebagai salah satu penghasil sapi di tanah air, selama ini sudah memasok kebutuhan sapi di pulau Kalimantan dan Pulau Jawa, karena banyaknya sapi yang dikirim ke dua pulau tersebut, maka pada beberapa tahun terahir ini mengalami penurunan populasi (BPS. sensus peternakan 2013).

Kedua:
sapi yang dipelihara di NTT sudah siap potong haru segera di kirim ke Jakarta, namun selama ini mengalami kendala di infrastruktur, terutama pelabuhan dan angkutan kapal yang sangat terbatas sehingga saat sapi diangkut mengalami resiko penurunan bobot bahkan resiko kematian. Sapi diangkut kapal dari NTT menuju pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian diangkut lewat pantura menuju Jakarta, total waktu hampir satu minggu.

Ketiga:
Proses pembibitan sapi sampai sapi siap potong memerlukan waktu berkisar 3 tahunan. Jenis sapinya juga beragam, sapi sumba onggol, sapi Bali Kupang yang bobotnya berkisar 300 kg, sedang kebutuhan daging sapi di Jakarta segera di penuhi pasokannya dan terus menerus mengalami kenaikan yang cukup siknifikan.

Melihat beberapa kendala tersebut, untuk jangka pendek tidak banyak yang bisa diharapkan atas keberhasilan kerjasama itu, namun usaha kerjasama seperti ini bisa di coba dengan daerah lain seperti Provinsi Lampung, yang selama ini sudah terjamin mampu memasok kebutuhan daging di Jakarta, semoga.

1 komentar untuk “Prospek Pembibitan Sapi, Kerjasama Pemprov DKI & NTT”

  1. Bukan skeptis atau pesimis… NTT dengan sabana yang luas seperti sebuah peluang untuk pembibitan sapi untuk mendodrong swasembada sapi potong Indonesia…

    Akhir tahun silam, berdasarkan info yang kita dapat dari mesin pencarian yang super canggih google, saya memutuskan mendarat ke Sumba. Bukan perjalanan wisata ,bukan dalam acara pencariian idenentas atau makna hidu eperti dalam ebread love and pray Julia Robert,tapi semua berlatar belakang dari ide pulang Indonesia menjadi petani ternak..

    Adalah cita cita yang tidak umum tidak lumrah..di jaman sekarang ataupun beberapa tahun silam,,
    Dengan pesawat ekonomi dengan perjalanan yang kurang lebih 90 menit, kami sampai ke Sumba.Hawa panas langsung menerpa begitu keluar dari pesawat, dan setelah antrian yang cukup lama kami keluar dari bandara,tapi mau kemana,

    Biaya sewa mobil yang 3 jt / hari cukup mengejutkan Beruntung kami bertemu temanbaru I tengah kebingungan kami.. Markus orang Sumba Barat daya, dan untuk menemukan restaurant untuk sekedar makan siang pun tidak gampang TERNYATA..

    Setelah hari menjelang sore kami dipertemukan orang- orang yang punya kuasa dan bisa di percaya , dan membantu mendapatkan mobil dengan sewa yang murah 500 rb / hari..
    Kami juga di pertemukan seseorang pemilik tanah..

    Memang tidak setragis kisah babad alas mentaok yang harus jalan kaki dan menekan binatang binatang liar dan berbahaya.. Kami naik mobil beberapa kali kami melewati kebun kebun yang kosong dengan beberapa sapi yang kurus Nampak tak terurus.. di sebuak lembah kecil beberapa kuda merumput di lembah yang masih sedikit kehijauan..

    Kami ambil jalan ke kiri semakin naek, semakin kering, naik dan terus naik. Nampak padang yang luas dan kering, hanya sekitar 20 km dari kota. Nampak beberapa sapi – sapi dengan tulang yang sangat menonjol yang berusaha berteduh di bawah ranting ranting kering.. kuda – kuda kurus…

    Ini hanya secuil cerita, bagaimana di tanah yang di agung agungkan menjadi pusat ternak di masa mendatang bukanlah seperti yang kita bayangkan.. Dalam perjalan pulang ke kami bertemu dengan beberapa anak muda yang menunggang kuda, ada perlombaan kuda minggu depan bisik seorang teman.

    Pusat kota yang hanya seperti tak ubahnya pusat desa,tak satupun kamar tersisa.Dan kawan baru kami memenghentikan di sebuah hotel dekat pasar, ada kamar tapi tak ada listrik alias listrik padam dari siang tidak ada yang berani jamin kapan listrik akan nyala.

    Dengan kejadian yang kurang biasa dari pagi setelah kita tiba di bandara sampai bagaimana sulitnya menemukan restauran ataupun mobil sewa ,Kami tidak bisa menggambarkan atau punya bayangan dari mana kami akan mulai usaha di tempat yang kurang bersahabat dan minim fasilitas seperti ini.

    Menurut info beberapa kawan bahwa untuk mendapat pakan tambahan ternak dan obat obatan atau pemasaran pun harus ke Surabaya
    Belum lagi mahalnya harga tanah di Sumba karena ulah beberapa orang yang tidak bertanggung jawab….Dan keamanan ternak pun masih menjadi salah satu resiko yang harus dipertimbangkan… Masih yang harus di benahi pemerintah di NTT terutama di Sumba, Semua masih jauh dari apa yang kita harapkan.

    Harapan kami untuk menjadi petani ternak di Sumba pun pupus hari itu juga..

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top