Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boediyana, Selasa (13/1), di Jakarta, sulitnya usaha penggemukan sapi potong akibat kesulitan mendapatkan bakalan. Sapi bakalan mulai langka dan sulit didapat.

Akibat kesulitan mendapat sapi bakalan, banyak pengusaha penggemukan sapi mencari sapi betina produktif untuk digemukkan, bahkan langsung dipotong.

Selama ini rakyat dan pelaku usaha memilih masuk bisnis penggemukan sapi potong karena margin keuntungannya cukup. Pelaku usaha tidak mau masuk bisnis pembibitan sapi potong dan pembesaran sampai usia bakalan karena butuh waktu lama, bahkan margin keuntungannya kecil.

Karena tidak mau masuk bisnis pembibitan dan pembesaran hingga usia bakalan, semakin lama sapi bahan yang siap untuk digemukkan semakin langka.

Selama ini produksi sapi bakalan nasional mengandalkan peternak kecil yang memelihara sapi di rumah dengan kepemilikan satu-dua ekor. Namun, belakangan, minat masyarakat memelihara sapi indukan untuk menghasilkan sapi anakan dan sapi bakalan semakin berkurang. Alasan utama karena kesulitan mendapatkan pakan hijauan. Belum lagi mereka tidak mendapat kentungan memadai.

Karena kesulitan mendapatkan sapi bakalan, sementara minat untuk masuk bisnis penggemukan sapi tinggi, pelaku usaha penggemukan sapi mulai mencari sapi bahan apa saja, yang penting usahanya tetap jalan. Ada yang menjadikan sapi betina produktif sebagai sapi bakalan atau langsung dipotong.

Wakil Ketua Umum Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Juan P Adoe mengatakan, satu siklus sapi berlangsung 3,5 tahun mulai dari sapi siap bunting sampai siap potong.

Butuh sembilan bulan bagi sapi untuk bunting, dilanjutkan masa kosong enam bulan. Dua tahun masa pembesaran dan empat bulan penggemukan sampai siap potong.

Masa pemeliharaan sapi paling lama adalah pembibitan dan pembesaran sampai sapi siap untuk digemukkan. (MAS)

Sumber: KOMPAS