Mengenal Antraks Lebih Dekat

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sedang dihebohkan dengan kasus penyakit antraks. 1 orang diberitakan telah meninggal dunia dan beberapa sapi terkena virus antraks. Seperti apakah penyakit antraks ini hingga dapat menyebabkan penularan sapi disekitar dan telah memakan 1 nyawa korban manusia.

Antraks adalah penyakit yang disebabkan Bacillus anthracis. Penyakit ini dapat menyerang hewan domestik maupun liar, terutama hewan herbivora, seperti sapi, domba, kambing, beberapa spesies unggas dan dapat menyerang manusia (Zoonosis). (OIE, 2000 ; TODAR, 2002)

Antraks yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, suatu bakteri yang mempunyai kemampuan membentuk endospore yaitu suatu bentuk pertahanan diri suatu bakteri, sehingga menyebabkan bakteri ini sulit dieradikasi. Spora antraks dapat terbentuk apabila bakteri kontak dengan udara atau oksigen, sangat resisten dan dapat survive bertahun-tahun di tanah, karena tahan terhadap perubahan lingkungan. Spora antraks juga dapat hidup pada bulu hewan, wool, kulit, atau bahan yang terkontaminasi sehingga dapat menyebar kemana-mana. (Wasito dalam Lokarkarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak Ruminansia Besar).

penyakit-anthrax-menyerang-sapi

Tanah yang tercemar endospore bakteri Bacillus anthracis merupakan sumber infeksi dan bersifat bahaya laten karena dapat terserap oleh akar tumbuh-tumbuhan hingga mencapai daun maupun buahnya sehingga berpotensi untuk menginfeksi ternak maupun manusia yang mengkonsumsinya. Sumber infeksi lainnya adalah bangkai ternak pengidap antraks. Miliaran endospore bakteri ini terdapat dalam darah dan organ-organ dalam penderita pada keadaan septisemia. Pada dasarnya seluruh tubuh bangkai penderita, termasuk benda yang keluar dari bangkai tersebut mengandung endospore bakteri ini. Dalam 1 mililiter darah setidaknya mengandung 1  miliar endospore. Spora-spora tersebut dapat diterbangkan angin, atau dihanyutkan aliran air kemudian dapat mencemari air, pakan, rumput, peralatan dan sebagiannya. ( Pusat informasi Penyakit Infeksi Rumah Sakit Prof. dr. Sulianti Saroso.)

Antraks pada Hewan

Pada hewan sumber infeksi utama penyakit antraks adalah tanah. Selama masa akhir dari penyakit ini pada hewan, bakteri vegetative Bacillus anthracis akan keluar dalam jumlah banyak bersama darah penderita melewati lubang-lubang jumlah alami misalnya telinga, hidung, anus. Bakteri ini dengan segera membentuk endospore dan berdiam diri di tanah bertahun-tahun bahkan hingga 60-70 tahun. Hal inilah yang ….

Tingkat kematian akibat antraks pada herbivora sekitar 80%. Hampir semua mamalia peka terhadap antraks. Di Indonesia antraks sering di jumpai pada sapi, kerbau, kambing, domba, kuda dan kadang pada babi. Tanah berkapur dan tanah bersifat basa/ alkalis merupakan habitat yang sangat sesuai untuk endospore antraks. ( Joklik WK et al. 1996)

Gejala penyakit pada hewan

Antraks pada hewan dapat di temukan dalam bentuk per akut, akut, sub akut sampai dengan kronis. Untuk ruminansia biasanya berbentuk akut; sedangkan anjing, kucing, dan babi biasanya berbentuk subakut sampai dengan kronis. Gejala penyakit pada bentuk per akut berupa deman tinggi (420C), gemetar, susah bernafas, kongesti mukosa, konvulsi, kolaps, dan mati. Darah yang keluar dari lubang kumlah (anus, hidung, mulut atau vulva) berwarna gelap dan sukar membeku. Bentuk akut biasanya menunjukan gejala depresi, anoreksia, demam, nafas cepat, peningkatan denyut nadi, kongesti membrane mukosa. Pada kuda terjadi enteritis, kolik, demam tinggi, depresi dan kematian terjadi dalam waktu 48-96 jam. Sedangkan pada bentuk sub akut sampai dengan kronis, terlihat adanya pembengkakan pada lymphoglandula pharyngeal karena bakteri antraks terlokalisasi di daerah itu (OIE, 2000). Di Indonesia, kejadian antraks biasanya per akut, yaitu : demam tinggi, gemetar, kejang-kejang, konvulsi, kolaps dan mati.

Gejala klinis pada manusia

Manusia  menjadi salah satu objek dari penularan antraks karena bersifat zoonosis (dapat menular dari hewan ke manusia) baik secara langsung atau tidak langsung dari hewan yang terinfeksi. Penyakit ini umumnya di anggap sebagai tipe penyakit yang non-menular dari manusia ke manusia. Catatan penularan dari manusia ke manusia ada tetapi kasus tersebut sangat jarang. (Lalitha et al., 1998; Quinn & Turnbull, 1998).

Antraks pada manusia dibedakan menjadi tipe kulit, tipe pencernaan, tipe pulmonal dan tipe meningitis.

  • Tipe kulit

Pada tipe kulit, B. anthracis masuk melalui kulit yang lecet, abrasi, luka atau melalui gigitan serangga dengan masa inkubasi 2 sampai 7 hari. Gejala klinis yang terlihat adalah demam tinggi sakit kepala, ulkus dengan jaringan nekrotik warna hitam ditengah dan dikelilingi oleh vesikel-vesikel dan oedema. Jika tidak diobati tingkat kematian dapat mencapai 10 sampai 20% dan jika diobati kurang dari 1%. (Departemen Kesehatan, 2003; WHO 1998; APIC, 2005).

  • Tipe pencernaan

Pada tipe pencernaan (gastrointestinal anthrax) B.anthracis dapat masuk melalui makanan terkontaminasi dan masa inkubasinya 2-5 hari. Mortalitas tipe ini dapat mencapai 25-60% dan dibedakan menjadi antrax intestinal dan antrax oropharyngeal. Pada antrax intestinal gejala utama adalah demam tinggi, sakit perut, diare berdarah, asites dan toksemia. Antrax oroparingeal, gejala utamanya demam tinggi, sakit tenggorokan, pembesaran limfoglandula regional dan toksemia. (Departemen Kesehatan, 2003; WHO 1998; APIC, 2005).

  • Tipe pernafasan

Tipe pernapasan (pulmonary anthrax) terjadi karena terhirupnya spora B.anthracis dengan masa inkubasi 2 sampai 6 hari. Jalannya penyakit perakut sulit bernafas, sianosis, koma, dan mati. Tingkat kematian bisa mencapai 86% dalam waktu 24 jam (Departemen Kesehatan, 2003; WHO 1998; APIC, 2005). Tipe meningitis merupakan komplikasi gejala demam tinggi, sakit kepala, sakit otot, batuk, susah bernapas, atau lanjutan dari ke-3 bentuk antraks yang telah disebutkan diatas. Tingkat kematian dapat mencapai 100% dengan gejala klinis pendarahan otak (WHO, 1998).

vaksinasi-anthrax
vaksinasi-anthrax

Penanganan penyakit

  • Pada hewan

Pada setiap kejadian atau dugaan antraks pada hewan harus segera dilaporkan kepada dokter hewan yang berwenang dan Dinas Peternakan setempat atau Dinas yang terkait karena dampaknya bisa sangat luas apabila dilakukan penanganan yang salah. Pengobatan dapat menggunakan penisilin, tetrasiklin, dan preparat sulfa. Apabila pengaruh obat sudah hilang,  vaksinasi baru dapat dilakukan sebab pengobatan dapat mematikan endospora yang terkandung dalam vaksin. Untuk memutuskan rantai penularan, bangkai ternak tersangka antraks dan semua material yang diduga tercemar misalnya karena pernah bersinggungan dengan hewan penderita harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dalam-dalam serta bagian atas dari lubang kubur dilapisi batu kapur secukupnya. Area penguburan hendaknya diberi tanda supaya semua pengembalaan hewan di area sekitar menjauhi lokasi penguburan. (Dharmojono, 2000)

  • Pada manusia

Pada manusia, penanganan yang baik senantiasa harus berpedoman pada pengamatan komprehensif, sehubungan dengan penanganan penyakit antraks ini perlu kiranya dilakukan anamnesa terarah karena diagnosa dini penyakit antraks umumnya sulit ditegakkan. Seperti diketahui bahwa pada awalnya antraks menunjukkan gejala dan tanda yang bersifat umum seperti demam subfebris dan sakit kepala. Oleh karena sebagian besar manifestasi klinis penyakit antraks adalah antraks kulit maka umumnya penderita datang dengan keluhan demam, sakit kepala disertai tumbuhnya papula yang gatal atau vesikel yang berisi cairan. Pada keadaan seperti inilah perlu dilakukan anamnesa terarah seperti adanya riwayat sering kontak dengan ternak atau produknya, status pekerjaan misalnya petani lading, peternak , pegawai Rumah Potong Hewan, penyemak kulit dan tidak kalah pentingnya bagi kalangan medis adalah mengetahui di mana dia berada, di wilayah endemis atau perbatasan.

Mendeteksi secara dini penyakit antraks dapat mudah dilakukan bila kalangan medis sudah pernah melihat secara langsung kelainan patoghnomonis yang ada seperti eschar pada kulit, yaitu kerak hitam yang berada di tengah ulkus yang mengering.

Pada manusia pemberian antibiotik intravena direkomendasikan pada kasus antrax inhalasi, gastrointestinal dan meningitis. Bacillus anthracis resisten terhadap antibiotika yang sering dipergunakan pada penanganan sepsis seperti sefalosporin tetapi hampir sebagian besar bakteri ini sensitif terhadap penisilin, doksisiklin, siprofloksasin, kloramfenikol, vankomisin, cefazolin, klindamisin, rifampisin, imipenem, aminoglikosida, tetrasiklin, linezolid, dan makrolid. Bagi penderita yang alergi terhadap penisilin maka kloramfenikol, eritromisin koma tetrasiklin atau siprofloksasin dapat diberikan. (Pohan HT, 2005)

Pada antraks kulit dapat diberikan Procain penisilin 2 x 1,2 juta IU diberikan secara IM selama 5-7 hari, atau dapat juga dengan menggunakan benzil penisilin 2500 IU secara setiap 6 jam. Perlu diperhatikan mengingat Drug of choice untuk antraks adalah penisilin sehingga sebelum diberikan suntikan harus dilakukan skin test terlebih dahulu. Bila penderita/ tersangka hipersensitif terhadap penisilin dapat diganti dengan memberikan tetrasiklin koma kloramfenikol koma atau eritromisin. (Pusat Informasi Penyakit Infeksi Rumah Sakit Prof.dr.Sulianti Saroso)

Pada anthraks intestinal dan pulmonal dapat diberikan penisilin G 18-24 juta IU / hari , IVFD ditambah dengan streptomisin 1-2 gram untuk tipe pulmonal, dan untuk tipe gastrointestinal tetrasiklin 1 gram/hari. Terapi suportif dan simptomatis perlu diberikan, biasanya plasma expander dan regiment vasopressor bila diperlukan. Pada antraks intestinal dapat pula menggunakan kloramfenikol 6 gram/hari selama 5 hari, kemudian diteruskan 4 gram/hari selama 18 hari, diteruskan dengan eritromisin 4 gram/hari untuk menghindari supresi pada sumsum tulang.(Pusat Informasi Penyakit Infeksi Rumah Sakit Prof.dr.Sulianti Saroso)

 Pencegahan dan Pengendalian

  1. Menghindari kontak langsung dengan bahan atau makanan yang berasal dari hewan yang dicurigai terkena antraks.
  2. Dilakukan pemusnahan bangkai hewan yang mati karena anthraks secara benar sehingga tidak memungkinkan endospora dari bakteri ini untuk menjadi sumber infeksi.
  3. Vaksinasi pada hewan/ternak perlu dilakukan untuk mencegah infeksi pada ternak.
  4. Dilarang menyembelih/bedah bangkai pada ternak atau hewan yang diduga terkena penyakit antraks.
  5. Dilarang memasukkan hewan/ternak dari daerah yang ditetapkan endemis antraks.
  6. Waspada adanya ternak mati secara tiba-tiba
  7. Mengkonsumsi daging atau produk ternak lainnya yang berasal dari tempat yang terjamin seperti misalnya Rumah Pemotongan Hewan yang bersertifikasi.
  8. Segera berobat ke Puskesmas, Rumah Sakit/ Dinas Kesehatan apabila terdapat gejala antraks.
  9. Jika mengetahui atau menemukan hewan/ternak mati diduga terjangkit antraks segera laporkan para dokter hewan atau puskeswan/dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan terdekat.

Tim Respon Cepat Waspada Antraks FK UGM dr Riris Andono Ahmad PhD mengatakan, masyarakat tidak perlu takut untuk makan daging. Yang paling penting dalam pengolahan daging agar terhindar dari antraks adalah memasaknya dalam durasi 5-10 menit dengan suhu diatas 100 derajat celcius.

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top