Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk, emisi gas rumaah kaca, kelangkaan bahan bakar minyak. Namun sampai saat ini pemanfaatan kotoran ternak belum dilakukan secara optimal oleh petani di daerah yang banyak ternak, terkecuali di daerah-daerah sentra produk sayuran.
Untuk itu, Kementrian Pertanian melalui Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu-Malang. mengadakan seminar yang bertema “Diversifikasi Pengeolahan Limbah Ternak”. Dengan Pembicara Catur Puryanto BBPP Batu Malang.
BACA : KEBIJAKSANAAN DAGING IMPOR JADI TANTANGAN PROSPEK 2017
Catur Puryanto BBPP Batu Malang mengatakan, “Hasil produksi limbah ternak terbanyak didominasi sapi yaitu untuk fesesnya 4 – 5% dari berat badan serta urine 3 – 4% dari berat badan, belum lagi kambing dan domba 3,5 – 4% dari berat badan dan urine 2,5 _ 3% dari berat badan”, (8/12).
OLeh karena itu penting sekali untuk dilakukan pengelolaan secara intensif ternak limbah untuk dijadikan pupuk. Salah satu caranya dengan pengeolahan pupuk di fermentasi tujuannya dapat meningkatkan mutu pupuk, menekan bau limbah dan menekan emisi GRK (metan).
“Limbah ternak yang paling mudah diolahnya yaitu kompos (pupuk organik), pupuk kompos 8-12 hari panen serta dapat berbentuk padat dan cair tergantung kebutuhannya” tandasnya. Ciri-ciri kompos yang sudah jadi yaitu warna kompos coklat kehitaman, aroma seperti bau tanah atau humus, gumpalan kompos mudah hancur.
“Untuk menjaga kualitas kompos harus diperhatikan kelembabannya, tempat penyimpanan yang teduh, kemasan yang kedap udara, dan sebaiknya disimpan 1-2 bulan untuk mengurangi unsur racun,” tutupnya.
Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu-Malang akan terus bersinergi dengan peternak untuk menjaga kestabilan ekonomi dan lingkungan. Dan terus melakukan berbagai macam kajian dan diskusi dengan peternak-peternak agar peternakan rakyat dapat berkembang dan maju, jangan sampai merugikan industri peternakan.