Perkembangan Industri Persapian Indonesia

Mengamati perkembangan bisnis peternakan sapi potong selama 10 tahun terahir cukup menarik, mulai dari kondisi peternakan rakyat, perusahaan pengemukan sampai perusahaan pengimpor bakalan dan daging sapi.

Sering terjadinya gejolak harga yang disebabkan tidak seimbangnnya pasokan dan permintaan, bahkan terahir ada istilah baru yaitu mafia dan kartel daging sapi. Sebenarnya akar masalah utama dalam peternakan sapi adalah terbatasnya pasokan bibit dan bakalan sapi lokal, sehingga perusahaan feedloter mengalami kesulitan dalam pengadaan bakalan sapi dan ahirnya berdampak pada mahalnya harga daging sapi.

Muladno-Dirjen-KPIH

Berikut Uraian dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian tentang perjalanan Swasembada Daging Sapi rencana program Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang disampaikan saat Seminar nasional ASOHI di Jakarta (18/11/15).

Usaha dan Industri Persapian

Pengemukan sapi didominasi perusahaan feedloter yang mayoritas berasal dari Australia dan hanya sedikit memelihara sapi lokal. Sedang pembiakan sapi didominasi peternak kecil dengan rata-rata kepemilikan 2 – 3 ekor sebagai sambilan kerja di pertanian atau perkebunan.

Pembibitan dalam bentuk benih dilakukan pemerintah berupa inseminasi buatan dan transfer embrio yang produksinya sudah bisa mencukupi kebutuhan lokal. Rumah pemotongan hewan yang berstandar Intenasional sangat sedikit, sementara tempat pemotongan hewan tradisional cukup banyak sehingga kwalitas daging tidak bisa di buat standar.

Untuk penjualan daging, masyarakat lebih suka sapi yang baru dipotong dari pada daging beku, sehingga diperlukan kecepatan dalam pendistribusian.
Kondisi Populasi Sapi Lokal

Jumlah sapi lokal sering diperdebatkan, karena data di Kementrian Pertanian berbeda dengan hasil sensun peternakan BPS, demkian juga data dari asosiasi jumlah berbeda. Siapapun yang menerbitkan data tidak pernah akurat karena tidak ada kartu tanda populasi (KTP) sapi.

Demikian juga data konsumsi daging sapi perkapita per tahun juga beragam, tergantung kondisi dan masing-masing pihak untuk kepentingan penerbit angka konsumsi. Indikasi penurunan populasi sapi lokal dari tahun ketahun sangat kelihatan, yaitu jumlah sapi lokal yang dipotong di Jakarta dan sekitarnya semakin menurun dan mayoritas diisi sapi impor dari Australia.

Jumlah jagal yang beroperasi di RPH juga berkurang karena kesulitan mencari sapi lokal siap potong dan jumlah sapi lokal yang dipotong perjagal menurun dimana rata-rata lebih dari 60% sapi lokal yang dipotong adalah betina produktif.

Kebijakan Pemerintah sampai saat ini

Target Pemerintah untuk swasembada sapi dimana 90% dipenuhi sapi lokal dan 10% dari sapi impor pada tahun 2014 di hentikan, untuk tahun 2015 diganti dengan peningkatan populasi sapi lokal yang diperkuat melalui program gertak birahi dan inseminasi buatan.

Mulai tahun 2016 diperkenalkan pendekatan Sentra Peternakan Rakyat yang di dalamnya terdapat Sekolah Peternakan Rakyat yang berorientasi pada konsolidasi kekuatan peternak sapi lokal dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top