Pemerintah Gelontorkan Rp1,1 T Untuk produksi Pedet

indukan-dan-anakan-simental-320x180

Pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp1,1 triliun untuk mendorong produksi “pedet” atau anakan sapi menjadi tiga juta ekor, kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita.

“Dana tersebut di antaranya akan digunakan untuk memperbaiki reproduksi sapi indukan yang selama ini tercatat masih rendah. Untuk menyukseskan program itu pemerintah menggandeng profesi dokter hewan,” katanya.

Dalam pertemuan dengan 500 dokter hewan yang tergabung dalam Asosiasi Medik Reproduksi Veteriner Indonesia (Amervi) di Yogyakarta, Diarmita mengatakan dokter hewan itu untuk menangani gangguan reproduksi sapi indukan.

“Penanganan itu dilakukan melalui deteksi dini birahi, perbaikan pakan, inseminasi buatan hingga penanganan penyakit gangguan reproduksi sapi indukan,” katanya.

Menurut Diarmita, kebijakan pemerintah untuk menggenjot produksi sapi betina tersebut akan direalisasikan melalui program Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (Upsus Siwab).

“Keberhasilan program itu sangat bergantung dari peran dokter hewan yang bertugas di pusat kesehatan hewan (puskeswan) di daerah maupun dokter hewan praktik mandiri. Peran dokter hewan sangat sentral dalam keberhasilan program itu,” katanya.

Ia mengatakan dokter hewan merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan ternak terkait layanan teknis reproduksi, penanganan teknis inseminasi buatan hingga pengobatan pada penyakit gangguan reproduksi.

Selain soal gangguan reproduksi, persoalan lain dalam meningkatkan produksi sapi adalah rendahnya kualitas pakan. “Melalui program tersebut akan kami perbaiki kualitas pakan sapi indukan,” katanya.

Diarmita mengajak para praktisi dokter hewan untuk menyukseskan program pemerintah dalam rangka mencapai target swasembada sapi melalui peningkatan populasi sapi di Tanah Air mengingat kebutuhan konsumsi daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

“Saya berharap dokter hewan yang tergabung dalam Amervi bisa menyukseskan prorgam Upsus Siwab tersebut,” katanya.

Ketua Amervi Agung Budiyanto menyambut baik program pemerintah untuk mendorong populasi sapi melalui penanganan gangguan reproduksi sapi betina indukan.

“Penyakit gangguan reproduksi masih menjadi kendala terbesar dalam peningkatan produksi populasi sapi di Tanah Air. Dokter hewan memiliki kemampuan dan kewenangan dalam pengobatan gangguan reproduksi itu,” katanya.

Ia menjelaskan sapi betina yang mengalami gangguan reproduksi kecil kemungkingan akan bunting. Oleh karena itu, peran dan tugas dokter hewan di lapangan sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam melakukan diagnosa, pengobatan dan evaluasi tingkat kesehatan reproduksi sapi.

“Kami perkirakan sekitar 5-10 persen dari total populasi sapi kita saat ini mengalami gangguan reproduksi,” kata dosen Fakultas Kedokteran Hewan UGM itu.

Bambang Sutopo Hadi

Sumber: jogja.antaranews.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top