Kementan Sembuhkan Ribuan Ternak Sapi dari Gangrep

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) berhasil sembuhkan 235 ribu ekor sapi dari gangguan reproduksi (gangrep) pada tahun 2015 dan 2016.

indukan-sapi-mati-pasca-melahirkan
indukan-sapi-mati-pasca-melahirkan

Keberhasilan tersebut dinilai sangat signifikan dalam upaya Kementan menambah populasi indukan sapi yang berasal dari indukan lokal maupun indukan impor, demikian dikemukakan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Drh. I Ketut Diarmita, MP.

Kegiatan penanggulangan gangrep dinilai sangat strategis karena sapi-sapi yang dimiliki masyarakat berhasil diobati dari yang semula tidak produktif menjadi mampu melahirkan anak. “Menurut data yang kami miliki, ada sekitar 1,5 juta ekor sapi yang tidak produktif di seluruh Indonesia, utamanya di daerah Jawa Timur 480 ribu ekor dan Jawa Tengah 153 ribu ekor,” kata Ketut.

Penanggulangan gangrep sangat ekonomis dan murah karena hanya mengeluarkan biaya Rp.514 ribu untuk setiap ekor yang disembuhkan. Terjadinya kasus gangrep tidak lepas dari pola pemberian pakan dari peternak, terbukti 35% disebabkan oleh hypofungsi ovari yang berasal dari kekurangan gizi atau malnutrisi. Hypofungsi ovari merupakan penurunan fungsi indung telur yang berperan dalam menghasilkan sel telur untuk dibuahi sel sperma. Kasus hypofungsi rata-rata berhasil disembuhkan melalui perbaikan gizi secara singkat berupa pemberian premiks yang mengandung mineral dan asam amino sebanyak 33 gram/hari selama 3 (tiga) bulan.

Anakan-sapi-bx-lahir
Anakan Sapi Sedang di Sapih Kandang Sapibagus

I Ketut Diarmita menyampaikan bahwa untuk mengoptimalkan kinerja penanggulangan gangrep, dihimbau kepada peternak agar tidak menjual sapi yang dimilikinya setelah berhasil diobati gangguan reproduksinya, apalagi sapi tersebut dalam keadaan bunting.

“Silakan ditunggu dulu hingga melahirkan anak,” ujarnya. “Kami sampaikan demikian, karena beberapa kasus yang kami temukan justru sapi yang sudah berhasil dibuntingkan dijual oleh peternak,” tambahnya.

Lebih lanjut Ketut menyampaikan bahwa sapi yang bunting ini tidak dapat dipastikan apakah akan dipelihara atau akan dipotong. “Jika dipotong, peternak akan mengalami kerugian dan secara makro tentu negara akan dirugikan akibat penurunan populasi indukan dan juga kerugian biaya yang telah dikeluarkan untuk menyembuhkannya dari kasus gangrep,” ungkap Ketut.

Melihat kinerja penanggulangan gangrep yang sangat berhasil, Ditjen PKH melalui Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) kembali melanjutkan kegiatan sejenis pada tahun 2017 dengan target kesembuhan 200 ribu ekor. Anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan ini sebanyak Rp.100 Miliar yang tersebar di 27 provinsi. Dengan demikian, dari kegiatan penanggulangan gangrep akan berkontribusi sebanyak 200 ribu akseptor inseminasi buatan (IB) dari target 4 juta ekor akseptor IB Upsus Siwab.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top