QUO VADIS PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIA

Sebelum di selenggarakannya Kongres Nasional Peternak Rakyat, Unit Kegiatan Mahasiswa Cattle Buffalo Club Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran telah menyelenggarakan talkshow Quo Vadis Peternakan (19/11). Dengan tema “Quo Vadis pembangunan sapi potong di Indonesiamempertanyakan mengenai arah tujuan pembangunan peternakan sapi potong di Indonesia. Karena generasi yang akan datang adalah para mahasiswa yang akan berperan mengelola pembangunan tersebut, “Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi”.

narasumber-quo-vadis-pembangunan-peternakan-sapi-potong-di-indonesia
narasumber-quo-vadis-pembangunan-peternakan-sapi-potong-di-indonesia

Pada talkshow tersebut dihadiri narasumber Dr. Ir. Rochadi Tawaf, MS. (Sekretaris Jendral Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia & Pengamat Politik di sub Sektor Sapi Potong), Drh. Dwi Cipto Budinuryanto, MS. (dosen senior yang Dokter Hewan), M. Harun Alrasyid (Wakil Ketua Komite Tetap Industri Peternakan & Kemitraan KADIN Indonesia) dan Asep Abdullah (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat).

Keempat pemateri ini menyampaikan materi dan pandangannya terkait dengan kebijakan baru di bidang peternakan yang ada saat ini. Carut marut harga daging sapi diawali dengan berubahnya kebijakan peningkatan produksi berubah menjadi pendekatan harga dengan keluarnya permendag No. 633/2013. Juga dengan pernyataan Jokowi yang menginginkan harga daging Rp. 80 ribu/kg.

“Hingga kini harga daging sulit dikendalikan dan akibat kebijakan yang tersebut  pembanguan peternakan sapi potong menjadi tidak konsusif, 32 perusahaan feedlot diadili KPPU dan dikenakan denda ratusan milyar rupiah, beberapa perusahaan feedlot bangkrut di dalam dan di luar negeri,  dampak luasnya peternakan rakyat tidak bergairah karena menurunnya harga menyebabkan mereka tidak melakukan usaha penggemukan lagi.” Ungkap Sekjen PPSKI Rochadi Tawaf.

peserta-quo-vadis-pembangunan-sapi-potong-di-indonesia
peserta-quo-vadis-pembangunan-sapi-potong-di-indonesia

“Kebijakan daging kerbau impor diakibatkan karna produsen dalam negeri tidak mampu menyediakan harga yang sesuai, sehingga Indonesia bergantung pada impor dan dampaknya kesejahteraan peternak rakyat sekarang menjadi semakin terlihat ” papar para narasumber.

Kebijakan daging kerbau impor ini juga menyorot perhatian dokter hewan terkait dengan penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) “Pemerintah seharusnya menempatkan PMK sebagai penyakit hewan menular utama, walaupun PMK bukan penyakit zoonosis tapi termasuk penyakit menular hewan utama yang spesifik” tutur Drh. Dwi Cipto Budinuryanto, MS. sebagai Dokter Hewan.

peresmian-gerakan-good-farming-cbc-fapet-unpad
peresmian-gerakan-good-farming-cbc-fapet-unpad

Akhir acara Talkshow Quo Vadis ini disamping dari pembahasan dan juga diskusi antara narasumber dan peserta yang hadir, Cattle Buffalo (CBC) Fakultas Peternakan UNPAD, PPSKI DPD Jawa Barat dan juga Dinas Peternakan Jawa Barat meresmikan gerakan “Good Farming Practice (GFP)” yang dibuat oleh CBC atas kesadaran dan empati terhadap kondisi peternakan sekarang, dimana bentuk gerakan ini adalah penyebaran leaflet GFP yang berkonsep pada pembelajaran teknis dalam berternak dan juga manajemen peternakan yang baik untuk peternak rakyat yang langsung menerjuni lapangan peternakan.

quo-vadis-pembangunan-peternakan-sapi-potong-di-indonesia
quo-vadis-pembangunan-peternakan-sapi-potong-di-indonesia

Gerakan ini di inspirasi dalam upaya melindungi peternak sapi lokal sebagai akibat dengan masuknya daging India. Kita khawatir dengan masuknya daging India sebagai negara yang belum bebas PMK jika tidak diproteksi oleh peternak sendiri, mungkin akan terjadi out break PMK. Sebab pemerintah tidak melakukan maksimum sekuriti untuk mengeluarkan PP tentang SISKESWANAS dan OTORITAS VETERINER yang diamanatkan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top