Kebijakan pemerintah terutama dari Kementerian Perdagangan untuk mengimpor dan menambah kuota impor daging dan sapi potong dari luar untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani menimbulkan berbagai masalah. Permasalahan tersebut diantaranya adalah tidak adanya jaminan bahwa produk peternakan yang masuk ke Indonesia adalah yang berkualitas terbaik.
Produk peternakan yang mengandung cemaran residu bahan kimia toksik (mikotoksin, pestisida, obat hewan, dan hormon) dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan konsumen. Salah satu residu yang membahayakan manusia adalah hormon trenbolon asetat (TBA). Trenbolon asetat adalah hormon penggertak pertumbuhan (HGP) pada ternak sapi yang berupa steroid sintetis yang bersifat androgenik.
BACA : PENGGUNAAN HORMON PEMACU PERTUMBUHAN PADA SAPI POTONG
Hormon TBA secara umum boleh dipakai di negara asal sapi Australia, namun di Indonesia dilarang. Merk pasaran hormon ini diaplikasikan dalam bentuk Implant pada subcutan telinga. Beberapa merk dagang yang ada adalah Synovex H, Synovex S, atau Synovex Plus secara signifikan meningkatkan produksi karkas. Target surveilans lainnya adalah daging dan jeroan import yang beredar di masyarakat.
Penggunaannya pada ternak sapi dengan cara mengimplantasi TBA secara subkutan pada daun telinga ternak selama ± 60 hari sebelum ternak tersebut dipotong. kebanyakan sapi difeedlot masa pemeliharaan selama 90 hari sehingga sebenarnya aman bagi sapi sapi slaughter dengan masa pemeliharaan 90 hari. Hormon TBA dapat meningkatkan pertumbuhan bobot badan sebanyak 10% dan menurunkan konversi kebutuhan pakan dari 11% menjadi 9%.
TBA bekerja dengan cara meningkatkan retensi penggunaan nitrogen sebagai protein tubuh serta meningkatkan massa otot melalui hipertrofi dan hiperplasi. Hormon tersebut dimetabolisme di hati dan dapat terakumulasi dalam jaringan lunak. Residu TBA, berupa 17a-trenbolon yang ditemukan di hati dan 17b-trenbolon yang ditemukan dalam daging, dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat yang mengonsumsinya apabila kadar residunya melebihi ambang batas residu yang ditentukan.
Trenbolon memberikan efek negatif terhadap organ reproduksi mamalia dari berbagai spesies. Pada manusia, konsumsi daging yang mengandung residu TBA secara terus menerus dapat menyebabkan efek:
- Reaksi alergik yang dapat terjadi setelah individu memperoleh residu yang berada dalam bahan makanan. Bentuk reaksi alergi dapat berupa urtikaria atau hipersensitifitas pada kulit
- Efek teratogenik (dapat menyebabkan/ manghasilkan bayi cacat / kecacatan tubuh pada kelahiran) yang dapat terjadi jika embrio pada awal masa kebuntingan terpapar residu
- Efek karsinogenik (dapat mendorong atau menyebabkan kanker). Efek tersebut merupakan kekhawatiran utama konsumen
- Efek mutagenik (terjadi mutasi secara genetik) yang dapat terjadi akibat adanyakerusakan unsur genetik seluler secara individu/perorangan.
Dengan semakin meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia maka konsumsi protein hewani pada umumnya dan daging sapi pada khususnya tentunya akan semakin meningkat. Karena besarnya pasokan daging sapi impor yang beredar di pasaran maka kalangan medis perlu mewaspadai munculnya kelainan akibat kelebihan hormon trebolon asetat yang ada dalam kandungan daging atau jeroan sapi impor.